-->

Kerajaan Melayu Riau, Bagian dari Sejarah Indonesia Atau Malaysia?

Posted by Arriziq Senin, 30 September 2013 0 komentar
Pengakuan bahwa bahasa Melayu yang menjadi teras bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau, secara implisit berarti juga pengakuan tentang adanya satu pusat kekuasaan yang telah memberi ruang dan kesempatan bahasa dan sastra Melayu itu tumbuh dan berkembang sehingga menjadi aspek budaya yang tinggi nilainya. Itu berarti tak lain kesultanan Melayu Riau lah yang menjadi pusat kekuasaan dan pendorong pertumbuhan budaya tersebut.

Bagi masyarakat Melayu, di Riau terutama pengakuan itu tampaknya sangat penting dan melibatkan emosi. Sebab bagaimanapun selama ini, sekalipun bahasa Melayu diakui telah memberikan sumbangan yang tidak ternilai harganya terhadap pengembangan kebudayaan nasional, namun induk yang membesarkannya hampir tak mendapat tempat yang wajar. Contohnya tak begitu sulit untuk dicari, dan orang cukup melihat buku sejarah nasional Indonesia (Nugroho Notosusanto, Dkk, 1975) yang dianggap sebagai buku babon (standar) bagi penulis sejarah Indonesia. Disitu peranan dan kedudukan Kerajaan Melayu Riau nyaris tak pernah disentuh dan disebut-sebut, bahkan tenggelam dalam kebesaran kekuasaan lain, seperti Aceh.

Lolosnya kerajaan Melayu Riau dari catatan sejarah Nasional itu, kemudian tentu saja menurun ke buku-buku pelajaran sekolah-sekolah yang bersumber dari buku babon tersebut. Di SMPT, atau SMAT misalnya, buku pelajaran sejarah Nasional tak sempat menyebut-nyebut Kerajaan Melayu itu. Apalagi buku pelajaran IPS di sekolah dasar, kecuali yang dipakai di Riau. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Apakah sejarah kebudayaan Melayu Riau yang jatuh bangun selama 189 tahun (1722-1911) bukan merupakan bagian sejarah nasional Indonesia, tetapi menjadi bagian sejarah Johor (Malaysia)? Itulah antara lain pertanyaan-pertanyaan menarik yang sudah bergaung jauh sebelum Seminar Nasional Kebudayaa Melayu itu berlangsung.

Suwardi Ms, sejarahwan Riau yang memang sudah cukup banyak mengeluti masalah sejarah yang terjadi dikawasan Riau sekarang ini, memulai pengertian kerajaan-kerajaan Melayu dan berkembang di Riau dari tokoh kontaraversial, Raja Kecil, (Raja Kecik) yang dalam satu perebutan kekuasaan di Kesultanan Johor 1717, berhasil merampas kekuasaan dari tangan Sultan Abdul Jalil Riayatsyah. Raja Kecil, yang dikatakan anak Sultan Johor Mahmudsyah yang mati terbunuh tahun 1699, dan dibesarkan di Minangkabau itu, setelah berhasil merampas tahta kerajaan, kemudian memindahkan kekuasaan itu ke Riau, 1719. Walaupun masa kekuasaan Raja kecil ini di Riau hanya berlangsung empat tahun, namun Suwardi Ms mengganggap Raja kecil sebagi tokoh yang punya andil (saham) besar dalam upaya mewujudkan kembali kesatuan Melayu di Selat Malaka yang dahulu terpecah belah oleh kekuasaan Protugis dan Belanda. Raja kecil yang terusir dari Riau itu, kemudian memilih pusat kekuasaannya yang baru, yaitu Siak,dan kemudian secara bertahap membangun Kesultaanan baru yaitu Kesultanan Siak (1723-1945).

Namun demikian, dalam kaitan yang lebih khusus, apa yang disebut sebagai Kesultanan Riau itu, adalah eks Kesultanan Johor. Kalau sebelum terjadi perebutan kekuasaan antara keturunan Sultan Malaka dan keturunan Bendahara Tun Habib, Kesultanan Johor itu disebut sebagai Johor, Pahang dan Riau, sesudah perbelahan itu sebutannya menjadi Riau, Johor dan Pahang. Itu bermula dari tahun 1722 saat Sultan Sulaiman dilantik dan menjadikan Riau (dalam hal ini Riau dalam pengertian ibukota dan bukan wilayah) sebagai pusat kekuasaannya. Sementara Johor dan Pahang, keduanya dijadikan daerah pegangan yang masing-masing dikuasai oleh dua Petinggi kerajaan. Johor dibawah seorang Temenggung, dan Pahang dibawah Bendahara. Tahun 1824, wilayah kekuasaan Riau ini tinggal lagi gugusan pulau Bintan, Lingga, Batam, dan Pulau Tujuh (Natuna). Sedangkan Johor dan Pahang serta Singapura masuk wilayah semenanjung dan berdiri sendiri.

Tenggelam
Jejak-jejak sejarah yang gelap dan saling berbaur itulah yang kemudian membuat Kesultanan Riau yang secara jelas adanya selama 189 tahun itu, seperti terlepas dari catatan sejarah. Ia seakan tenggelam dalam raupan tentang kebesaran sejarah Johor yang dianggap berlangsung dari 1528 sampai dengan tahun 1824, dan tenggelam dalam pengertian sebuah koloni jajahan Belanda (1824-1913), sebelum akhirnya dihapuskan sama sekali dari daftar administrasi pemerintah kolonial Belanda di Indonesia sebagai daerah kerajaan. Ia hanya menjadi sebuah karesidenan yang kemudian menjadi teras daerah kekuasaan propinsi Riau.

Jejak-jejak sejarah yang tenggelam dalam belukar dan kemudian terus terlupakan itu, bukan cuma diterima oleh Kesultanan Riau, juga Kesultanan Siak. Dalam buku-buku sejarah nasional yang dipelajari di sekolah-sekolah tampaknyaber lawan Sultan Siak terhadap VOC di Guntung dan berhasil membantai habis satu datasemen tentara VOC, tak cukup kuat untuk dicatat. Juga dengan perang Riau 1782-1784 yang menewaskan ribuan- tentara VOC dan menenggelamkan sebuah kapal perang komando VOC “Malaka Walvaren” bersama 300 pasukannya. Padahal dalam berbagai penulisan sejarah asing, seperti buku “Jan Kompeni” (C.R. Boxer, SH-1983) perang tersebut ikut dicatat.


*dikutip dari berbagai sumber.

Baca Selengkapnya ....

Hikayat Hang Tuah

Posted by Arriziq 1 komentar

Hang Tuah..... saya rasa hampir semua kita sudah mengenal dengan nama ini. Terlebih lagi bagi saudara-saudara kita yang memang dari Riau, pasti sudah sangat tidak asing lagi.........

Hang Tuah dikenal sebagai seorang pahlawan yang berasal dari bumi melayu. Banyak kota-kota besar di Indonesia juga mengabadikan namanya sebagai nama jalan. Di Surabaya diabadikan sebagai nama sebuah universitas (Universitas Hang Tuah), di Kediri (Jawa Timur) diabadikan sebagai nama sekolah menengah (Sekolah menengah Kejuruan Pelayaran Hang Tuah). Bahkan salah satu kapal perang Negara Republik Indonesia diberi nama dengan KRI HANG TUAH.

Namun taukah benar kita dengan sejarah HANG TUAH....???
Tak banyak yang tahu siapa Hang Tuah yang diabadikan namanya itu?
Apa perannya dalam sejarah negeri ini?

Berbagai cerita banyak beredar, baik dalam bentuk buku atau pun pada artikel-artikel yang sangat banyak beredar di internet. Hang Tuah pada versi Sulalatus Salatin diceritakan hidup pada zaman Kesultanan Malaka pada abad ke-15. Pada versi ini Hang Tuah dilahirkan sebagai seorang nelayan yang miskin.

Pada buku Hikajat Hang Tuah terbitan Balai Pustaka, kisah tokoh yang di Malaysia dianggap sebagai salah satu pahlawan nasional ini diuraikan dalam 24 bab panjang. Pada pengantar disebutkan, buku tersebut disalin dari salah satu naskah tulis tangan huruf Arab. Pada sampul bagian dalam tertulis: "Inilah hikajat Hang Tuah jang amat setiawan kepada tuannja dan terlalu sangat berbuat kebadjikan kepada tuannja". Hang Tuah diceritakan sebagai anak Hang Mahmud.

Walau banyak versi cerita, tetapi Hang Tuah sama-sama diceritakan bersahabat dengan Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Kelima pemuda itu diceritakan selalu bersama-sama, seperti lima orang bersaudara. Namun akhirnya berakhir dengan perseteruan antara Hang Tuah dan Hang Jebat yang disebabkan fitnah.

‘Takkan Melayu Hilang di Bumi’, sumpah inilah yang membuat Sang Laksamana yang selalu menang dalam peperangan di laut ini sangat terkenal. Oleh karenanya Hang Tuah mendapat tempat sangat terhormat sebagai pahlawan bangsa Melayu.

Hampir pada semua buku pelajaran sejarah bagi pelajar di Indonesia menceritakan tentang Hang Tuah, namun tidak ada satu pun yang menceritakan secara pasti.

Sebuah tempat yang berada di Tanjung Kling (Malaysia), kini telah di klaim sebagai makam dari Hang Tuah.



*dikutip dari berbagai sumber.....



Baca Selengkapnya ....

PEKANBARU BERTUAH

Posted by Arriziq 1 komentar
Pusat pemerintah Provinsi Riau ini yang dulunya merupakan sebuah kampung kecil di pesisir Sungai Siak, kini telah berkembang menjadi sebuah Metropolis.

Sungai Siak...... yah .... sungai yang terkenal sebagai sungai terdalam di Indonesia ini pulalah yang menjadi sejarah bagi KOTA PEKANBARU.

Dikisahkan pada sejarah, berdirilah sebuah kampung kecil yang bernama Senapelan. Kampung kecil ini dipimpin oleh seorang Batin. Kampung ini yang terus berkembang, berpindah ke tempat pemukiman baru yang kemudian disebut dengan Dusun Payung Sekaki, yang terletak di tepi muara Sungai Siak.

Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah yang bergelar "Tengku Alam" (1766-1780), beliau mendirikan istananya di Kampung Bukit berdekatan dengan perkampungan Senapelan. Istana raja Siak ke-4 ini diperkirakan terletak disekitar Mesjid Raya, mesjid tertua yang ada di Pekanbaru saat ini.

Masjid Raya sebelum dipugar

Belum lama masanya menetap disana, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah mempunyai inisiatif untuk membuat Pekan (pasar) di Senapelan tetapi sayang belum dapat berkembang dimasanya. Raja Muda Muhammad Ali yang tak lain merupakan putra dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah kemudian melanjutkan usaha yang telah dirintis tersebut, yaitu disekitar pelabuhan sekarang.

Sungai Siak yang berhilirkan di Selat Melaka merupakan jalur alternatif yang sangat baik saat itu untuk menghubungkan dengan daerah-daerah pada pesisir Melaka. Para pedagang dari dataran tinggi Minangkabau memanfaatkannya sebagai jalur perdagangan dalam pendistribusian hasil-hasil buminya. Seiring dengan berjalannya waktu, daerah ini berkembang menjadi tempat pemukiman yang ramai. Pada tanggal 23 Juni 1784, berdasarkan musyawarah "Dewan Menteri" dari Kesultanan Siak, yang terdiri dari datuk empat suku Minangkabau (Pesisir, Limapuluh, Tanah Datar, dan Kampar), kawasan ini dinamai dengan nama "Pekan Baharu", selanjutnya diperingati sebagai hari lahir Kota Pekanbaru. Mulai saat itu sebutan Senapelan sudah ditinggalkan dan mulai populer sebutan "PEKAN BAHARU", yang dalam bahasa sehari-hari disebut PEKANBARU.



Baca Selengkapnya ....

NEGERI RIAU

Posted by Arriziq 0 komentar
Kawasan dataran rendah pada tepi timur Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Kerajaan Malaysia dengan sebuah selat yang dinamakan Selat Malaka sebagai pagarnya,disanalah Provinsi Riau berada.

Pada awalnya provinsi ini memiliki luas teritorial yang sangat luas, hingga mencapai kepulauan Natuna, yang berhampiran dengan Pulau Kalimantan sana. Namun dengan memliki area yang sangat luas itu, membuat pembangunan tidak dapat terwujudkan secara merata.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tertanggal 24 September 2002 yang disyahkan oleh DPR-RI, Pemerintah Pusat  menindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tanggal 1 Juli 2004, akhirnya daerah kepulauan Riau resmi menjadi provinsi yang ke-32 dengan nama Provinsi Kepulauan Riau.

Riau kini (pasca reformasi) yang sebahagian besarnya sudah merupakan daratan, terbagi dalam 12 pemerintahan tingkat II, yaitu :
  1. Kotamadya Pekanbaru dengan ibukotanya Pekanbaru,
  2. Kotamadya Dumai dengan ibukotanya Dumai,
  3. Kabupaten Indragiri Hulu dengan ibukotanya Rengat,
  4. Kabupaten Indragiri Hilir dengan ibukotanya Tembilahan,
  5. Kabupaten Kampar dengan ibukotanya Bangkinang,
  6. Kabupaten Bengkalis dengan ibukotanya Bengkalis,
  7. Kabupaten Kuantan Singingi dengan ibukotanya Taluk Kuantan (pemekaran dari Kab. Indragiri Hulu)
  8. Kabupaten Pelalawan dengan ibukotanya Pangkalan Kerinci (pemekaran dari Kab. Kampar)
  9. Kabupaten Rokan Hulu dengan ibukotanya Pasir Pengaraian (pemekaran dari Kab. Kampar)
  10. Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura (pemekaran dari Kab. Bengkalis)
  11. Kabupaten Rokan Hilir dengan ibukotanya Bagan Siapi-api (pemekaran dari Kab. Bengkalis), serta
  12. Kabupaten Kepulauan Meranti dengan ibukotanya Selat Panjang (pemekaran dari Kab. Bengkalis)

Baca Selengkapnya ....
Original design by Bamz
--- Copyright of AZAM RIAU ---