-->

KERAJAAN KERITANG

Posted by Arriziq Rabu, 16 Oktober 2013 0 komentar
Keritang, bagi sebahagian dari kita masyarakat Riau mungkin tidak asing lagi dengan nama tempat ini. Sebuah nama kecamatan yang terletak di Kabupaten Indragiri Hilir yang berada di tepian Sungai Gangsal. Ditempat ini dahulunya ( sekitar abad ke-6 ) pernah berdiri sebuah kerajaan, kerajaan yang cukup penting karena kerajaan inilah yang merupakan cikal bakal dari Kesultanan Indragiri yang dinamai dengan Kerajaan Keritang.

Untuk mengingatkan kembali kepada kerajaan yang hampir terlupakan ini, berikut artikel Sejarah Kerajaan Keritang yang disadur dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat............

Ilustrasi

Sejarah Keritang tidaklah banyak yang dapat diketahui jelas. Nama Keritang berasal dari kata Akar Itang. Itang ialah sebangsa tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sepanjang Sungai Gangsal. Akar-akar dari tumbuh-tumbuhan tersebut di atas begitu banyak di tebing-tebing sungai sehingga menyulitkan bagi perjalananan. Dari kata-kata akar dan itang terbentuklah Karitang, yang lama-lama kelamaan kebiasaan orang Melayu suka mempermudah sesuatu ucapan kata tersebut menjadi Karitang dan akhirnya menjadi Keritang.

Dalam Negarakertagama, Keritang disebut sebagai daerah yang takluk kepada Majapahit bersama Kerajaan Kandis, selain beberapa kerajaan lain di Sumatera yang juga tunduk di bawah Majapahit. Menyebutkan Keritang bersama-sama dengan kerajaan lain yang mengandung pengertian bahwa Keritang bukan hanya sekedar kampung, tetapi sudah merupakan suatu kerajaan cukup besar dan berarti bagi Majapahit yang demikian besar kekuasaannya.

Mengenai masa hidup Kerajaan Keritang ini dapat diperkirakan semasa dengan Kerajaan Kuantan. Tempat Kerajaan Keritang ini berpusat di sekitar Desa Keritang sekarang ini, yaitu di tepi Sungai Gangsal di Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir. Kapan lenyapnya kerajaan ini tidaklah dapat dipastikan, tetapi beberapa petunjuk yang mengarah ke Kerajaan Keritang disebabkan kehilangan Raja pemangku tahta. Raja di tawan oleh Kerajaan Melaka. Raja Merlang yang akhirnya meninggal di dalam pengasingan. Ketika dalam penawanan, Raja Merlang dikawinkan dengan seorang puteri Sulatn Mansyur Syah mempunyai keturunan. Dari rahim isterinya lahir seorang putera mahkota Kerajaan Keritang. Narasinga, nama putera mahkota itu, kelak akan dijemput untuk diminta memerintah kembali Kerajaan Keritang, karena sudah lama kerajaan seperti tidak bertuan.

Ketika rakyat Indragiri tidak mempunyai raja, maka datuk Patih meminta kepada Narasingan, sang putera mahkota yang masih menetap di Melaka untuk pulang ke Keritang memerintah kerajaan yang tidak memiliki raja.


Kerajaan Keritang di Bawah Kekuasaan Sriwijaya

Hampir semua wilayah yang ada di Kepulauan Sumatera berada dalam wilayah kekuasaan Sriwijaya. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, sepeninggalannya dari Sriwijaya, Jambi , tempat ia pernah menetap selama dua bulan, telah menjadi wilayah kekuasaan Sriwijaya.

Sehingga dengan demikian, sangat kuat sekali untuk menghubungkan bahwa kerajaan Keritang juga berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Sebab daerah yang menjadi perbatasan Kerajaan Keritang, daerah Jambi dan Semenanjung Melayu berada dalam wilayah kekuasaan Sriwijaya.

Kerajaan Keritang di bawah kekuasan Sriwijaya, pada akhir abad ke-13, diperkirakan mulai lepas dari pengaruh kerajaan maritim itu. Pada pada abad tersebut, kekuasaan kerajaan Sriwijaya semakin pudarnya.Ini menjadi faktor keberuntungan bagi kerajaan-kerajaan kecil yang selama ini tunduk di bawah kekuasaan Sriwijaya. Kerajaan-kerajaan kecil, satu persatu mulai melepaskan diri dari pemerintahan Sriwijaya. Karena tidak mungkin lagi bagi Sriwijaya untuk bisa kembali menguasai dan memaksakan keinginannya, karena persoalan dalam negeri tidak dapat teratasi lagi dan semakin banyaknya serangan dari luar yang juga harus dihadapi.

Berakhirnya Kerajaan Sriwijaya ini tidak hanya disebabkan hanya disebabkan kondisi dalam negeri yang tak menentu, tetapi juga serang dari luar. Adanya serangan dari Kerajaan Cola dan Majapahit. Sementara semakin derasnya gelombang penyebaran Islam ke Nusantara disinyalir sebagai penyebab eksternal runtuhnya Kerajaan Maritim Sriwijaya.

Marcopolo dalam perjalanannya dari Cina pada tahun 1292 M tidak menyebut-nyebut nama Sriwijaya lagi. Hal itu menunjukkan Sriwijaya sudah terpecah menjadi beberapa Kerajaan kecil. Dan salah satu diantaranya adalah Kerajaan Keritang ini merupakan Kerajaan Hindu-Budha. Karena setelah melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Majapahit yang menganut agama Budha, selanjutnya Kerajaan Keritang menjadi sebuah kerajaaan yang berdiri sendiri. Kedaulatan itu tidak berlangsung lama, karena kerajaan itu ditaklukkan oula oleh Kerajaan Majapahit yang menganut agama Hindu.
Kerajaan Keritang di Bawah Kekuasaan Majapahit

Tidak dapat dipastikan awal berdirinya Kerajaan Keritang (Indragiri), karena tebatasnya sumber. Suatu sumber yang menyebutkan bahwa raja pertama Kerajaan Indragiri adalah Raja Kecik Mambang yang memerintah ± 1298-1337 (T. Arief, tt:39). Sumber itu tidak menyebutkan di mana letaknya pusat pemerintahan dari Kerajaan Indragiri. Sebaliknya Mpu Prapanca danal negara Kertagama tidak pula menyebut nama Indragiri, tetapi yang ditulis hanyalah Keritang. Karena Keritang itu terdapat di Inderagiri, maka diperkirakan nama kerajaan Indragiri yang disebut di atas adalah identik dengan Kerajaan Keritang (Inderagiri).

Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Keritang dari tahun 1298-1331 masih tetap merdeka dan berdaulat. Berita dalam Negara Kertagama menyebutkan Majapahit sampai tahun 1331 M wilayah kekuasan baru daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Daerah-daerah di luar dari keduanya belum lagi masuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit (Muhammad Yamin, 1960). Selama berdaulat itu, tidak ditemukan sumber tertulis yang dapat mengungkapkan kembali sejarah kerajaan itu. Begitu juga di daerah Keritang sendiri tidak didapat cerita rakyat tentang Kerajaan Keritang.




Dikutip dari berbagai sumber......



Baca Selengkapnya ....

PUTRI KACA MAYANG

Posted by Arriziq Kamis, 03 Oktober 2013 0 komentar
Alkisah ada sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang  bernama raja Gasib. Raja Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke berbagai negri,  tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang, terdengar sampai ke telinga Raja Aceh.  Raja Aceh pun berniat  meminang sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang.”
“Baik, Banginda Raja,  titah Baginda hamba laksanakan.”
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja Gasib.
“Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda, Putri Kaca Mayang.”
“Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian,” sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib.
Raja Gasib yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah panglima kebanggaannya.
”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak.“
“Hamba laksanakan titah Baginda Raja,” kata Panglima Gimpam.
Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak.
Rupanya, mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda,  tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”
Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong,  “Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini.”
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib.
Raja Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan. Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya. Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya,  sampailan mereka  di istana.  Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana.
Berangkatlah panglima Gimpam. Kedatangannya  disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang Putri kepada kami  atau kerajaan ini akan porak-poranda!”
“Baiklah akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”kata Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri.”
Raja Aceh yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya.
Dalam perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan.
Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.
Betapa sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib.
Sejak kehilangan  putri tercintanya raja Gasib merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini,” kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru.
Hingga kini nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).


Baca Selengkapnya ....
Original design by Bamz
--- Copyright of AZAM RIAU ---